Monday, February 4, 2008

ELEGI JAMAN

Jaman makin tua. Dalam hitungan masehi, hijriyah maupun imlek berganti ke tahun yang baru. Ada harapan baru (minimal semangat baru). Tapi sederet duka lama masih menganga. Pengangguran, krisis ekonomi, pemerintahan baru yang muram, meningkatnya kriminalitas, kebobrokan moral, hanyalah sebagian kecil dari borok dan bopeng wajah sosial kita.

Yang paling mengerikan adalah munculnya 'gerakan obyektivitas'. Sebuah gelombang baru pemahaman manusia tentang dirinya sendiri. Bahwa segalanya adalah manusiawi bila sesuai dengan kehendak kemanusiaannya. Meski unsur yang dominan adalah hawa nafsunya. Mereka memperkosa semena-mena teori obyektivitas Paul B. Horton, (1984): "Obyektifitas adalah kemampuan untuk melihat dan menerima fakta sebagaimana adanya, bukan sebagai apa yang diharapkan ". Maka lahirlah keyakinan bahwa segala kehendak manusia adalah fakta genetis dan biologis yang harus dipandang apa adanya. Inilah yang kemudian menjadi ruh bagi gerakan revolusi 'orang-orang gila' itu.
Maka jangan heran bila banyak orang dengan gegabah mengatakan bahwa foto bugil di sampul majalah dan tabloid itu tidak porno. Tapi sebuah seni yang indah, bila dipandang apa adanya, tanpa preferensi agama, moral, pribadi, apalagi politik. Atau sikap beberapa mahasiswa yang menganggap seks bebas itu sah-sah saja. Karena is seperti kebutuhan makan, tak perlu diikat etika yang rumit. Atau seperti apa yang dilakukan sebuah biro di Amerika baru-baru ini. Melalui jaringan internet, biro, itu menjual sel-sel telur para bintang dan model perempuan. Dalam penjualan perdananya, ditawarkan delapan model cantik. Harga untuk satu sel telur antara 15.000 hingga 100.000 US $. Angka itu belum termasuk biaya lain-lain seperti proses pembuahan dan perawatan
Jaman makin tua. Setengah dari 6 miliar penduduk dunia hidup dalam kemiskinan. Dengan pendapatan rata-rata tiga dolar per hari, bahkan lebih buruk. Padahal di Paris, pemerintah setahunnya menghabiskan lebih 140 miliar rupiah hanya untuk membersihkan kotoran anjing milik warga yang nge-pup sembarangan di jalan-jalan kota wisata dunia itu. Sementara masyarakat Inggris telah membelanjakan tujuh trilyun lebih untuk kucing piaraan mereka sekaligus perhiasannya. Ironis, memang.
Jaman makin tua. Indonesia menjadi penyumbang ketiga penyakit TBC di dunia. Menurut Prof. Anfasa Muluk, satu tahun kedepan jumlah penderita TBC di Indonesia bisa menjadi 100 juta orang, atau hampir setengah dari penduduk negeri ini. Sementara penyakit mental tak kalah mengerikan. Kepolisian Metro Jaya belum lama ini menggagalkan penyelundupan 54 ribu lebih VCD porno. Sebulan sebelumnya, mereka menangkap pembawa 990 kilo gram lebih ganja kering, atau hampir satu ton. Padahal menurut seorang sumber di Rumah Sakit Ketergantungan Obat di Jakarta, dari seluruh pasien yang berobat, hanya 1 % yang dimungkinkan bisa sembuh.
Jaman makin tua. Kebiadaban belum berhenti. Kebrutalan merajalela. Apalagi kala sejarah kerusakan manusia menemukan kemasan yang necis, elegan, dan mungkjn 'terhormat'. Karenanya, Mantan Sekjen PBB Kofi Annan menyebut abad 20 abad paling kejam. Meski seharusnya tuan Kofi sadar, sebagian kekejaman itu adalah karya nyata organisasi yang pernah dipimpinnya.
Dunia kian renta, menanti manusia-manusia pembangun. Walau seorang penyair sempat galau:
bila seribu pembangun
di belakangnya seorang penghancur
cukuplah sudah
bagaimana jadinya bila seorang pembangun
di belakangnya seribu penghancur?

No comments: