Friday, February 22, 2008

BAHAGIANYA SENYUM PERSAUDARAAN

Ukhuwah (persaudaraan) yang sering dibicarakan dan digembar-gemborkan sesungguhnya memiliki implikasi signifikan yang timbul dari pemaknaan ukhuwah / persaudaraan, yaitu ;
Pertama, mukmin dengan mukmin lainnya harus saling tolong menolong untuk taat kepada Alloh, bukan untuk berbuat maksiat. Dalam kaitan ini, Alloh berfirman; “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah: 2).
Kedua, adanya solidaritas dan tolong-menolong dalam masalah ketenagaan dan kejiwaan. Dalam satu hadist yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Abu Dawud, Rasululloh menyatakan, “Saya berjalan untuk kepentingan saudara saya sebagai sudara muslim, saya lebih mengikuti untuk menolong saudara saya ini dari pada saya harus I’tikaf di masjid selama satu bulan”.

Ketiga, adanya solidaritas sosial. Seorang mukmin dengan mukmin lainnya haruslah memiliki kesetiaan kepada muslim lainnya. Kesetiaan dimanifetasikan dengan tolong-menolong.
Keempat, solidaritas material. Rasululloh SAW memerintahkan kepada setiap muslim untuk melepaskan problematika material mukmin lainnya. Ketika saudara kita ditindas dan merasa tidak mendapatkan atau memiliki untuk biaya hidup maka kita sebagai mukmin wajib memberikan apa yang dibutuhkannya. Rasululloh SAW bersabda, “Barang siapa yang memebrikan keleluasaan kepada muslim lainnya di dunia, maka Alloh akan memberikan keleluasaan baginya pada hari kiamat nanti “. dalam hadist riwayat Muslim lainnya dinyatakan, “Per-umpamaan mukmin dengan mukmin lainnya di dalam kasih sayang dan tolong menolong adalah bagaikan satu jasad. Kalau ada bagian jasad sakit maka seluruh bagian jasad lainnya itu akan merasa sakit “.
Hakekat senyum persaudaraan akan membawa kepada kebahagiaan. Sebab “sebaik-baik kamu adalah orang yang paling banyak manfa’atnya kepada orang lain”. Hadist ini seolah-olah menyatakan bahwa tidak pantas membuat suatu kegiatan yang dapat merugikan orang lain, karena kehidupan yang manusiawi dan Islami yang sendi-sendinya didasarkan pada rasa persaudaraan, kesetiakawanan, saling percaya, kejujuran dan keadilan. Sendi-sendi inilah yang akan menopang tegaknya kata kehidupan dimana setiap warga masyarakat merasa terlindungi, baik agama, jiwa, keturunan, pendapatan maupun aspirasinya. Kita harus dapat memiliki sifat-sifat yang disebut dengan “Ma Badi’ Khairu Ummah”, membangun persaudaraan dan yang bahagia. Para Ulama mengatakan ada lima sifat dasar dalam menciptakan kondisi tersebut;
Pertama, Al-Shidiq, yaitu umat Islam harus memiliki sifat-sifat kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan.
Kedua, Al-Amanah, yaitu seorang muslim harus menepati janji dan bertanggung jawab terhadap hal-hal yang dipercayakan kepadanya.
Ketiga, Al-‘Adalah, bersikap dan berlaku adil. Al-‘Adalah mengandung pengertian berpihak dan berpegang teguh kepada yang benar, tidak sewenang-wenang dan bertindak sepatutnya serta tidak berat sebelah.
Keempat, Al-Ukhuwah wa Al-Ta’awun, yakni merasa bersaudara dengan orang lain dan timbul kesadaran untuk saling tolong-menolong.
Kelima, Al-Istiqomah, yakni berlaku konsisten dalam kebaikan.

No comments: