Wednesday, May 30, 2012

YANG TAK PERNAH KALAH KECUALI OLEH KEMATIAN

Secara psikologis Minis obsesi adalah dorongan dari dalam diri yang tidak bisa dikendalikan, dorongan atau pikiran tertentu yang tidak terkendali, terus menerus menghantui orang itu. Nah kalau sudah jadi perbuatan disebut kompulsif, secara ilmiah disebut gangguan jiwa atau penyakit.
Semakin obsesi ditekan itu makin tegang, makin tegang makin kuat obsesinya, makin kuat obsesinya makin ingin mengendalikan, makin dikendalikan makin kuat. Orang insomnia, makin ingin tidur makin nggak bisa ticlur, terus begitu. Oleh sebab itu sekarang istilah obsesi diartikan oleh mereka sebagai keinginan yang kuat yang tidak bisa tergantikan, terus menerus menjadi motivasi utama.

Keinginan atau hasrat itu sangat penting. Kalau nggak ada keinginan nggak akan ada apa-apa. Keinginan yang kuat itu sesuatu yang bermakna, sesuatu yang berharga, sesuatu yang penting sesuatu yang dianggap benar oleh seseorang atau sekelompok orang yang layak untuk diraih. Tapi obsesi itu bukan monopoli orang tertentu. Bukan pula hak khusus kaum elit secara social atau intelektual. Sebuah obsesi bisa menjadi milik seorang gelandangan yang hidupnya dengan serba kekurangan. Bahkan bila obsesi itu datang pads waktu yang sangat singkat.
Obsesi itu harus selalu kita kejar. Sependek atau sepanjang apa pun waktu yang diperlukan. Sampai tak ada yang bisa menghalangi obsesi itu kecuali kematian. Mungkin diantara kita, telah memiliki obsesinya masing-masing. Mungkin yang lain sedang mencari. Yang lain lagi mungkin sedang menanti saat­saat yang dirasa tepat. Tapi momentum itu sesungguhnya bisa hadir setiap saat, dari keseharian kita yang mungkin biasa-biasa saja.
Pedalanan hidup ini memerlukan tenaga, kehendak dan cita-cita. Itu bahkan menjadi ruhbagi keseluruhan denyutnya. Bahkan orang jahat yang mengisi belantara bumf ini pun membangun kehendaknya dengan nyaris tanpa henti. Mereka orang-orang yang tak pernah kalah kecuali oleh kematian. Meski kejahatan yang mereka bangun itu bukanlah kemenangan bagi kehidupan. Tapi mereka sangat mengerti, untuk menjadi penjahat ulung, perlu obsesi clan keda keras.
Pasti, tidak muclah menjadi orang yang obsesif. Yang terus maju mengejar puncak cita-cita dan kemuliaannya. Ada begitu banyak anak tangga, yang harus; diinjak. Ada sangat banyak beban yang harus dipikul. Jalan kemuliaan orang­orang obsesif itu memang sangat melelahkan
Begitulah. Mungkin kebanyakan kita bisa jadi bukan siapa-siapa. Mungkin tak ada yang mengenal diri kita. Setiap kita bisa mengambil pilihan obsesinya, melalui peran-peran pribadi atau kolektiJ yang berbeda. Lalu sesudah itu, mengejarnya, terus dan terus, hingga hanya kematian yang dapal menghentikannya.
Pads sebagian orang, kehendak dan cita-cita besar, mungkin sekedar soal mental. Mereka seperti terlahir dengan bakat menjadi orang besar. Tapi lebih dari itu, ada. banyak keterampilan hidup yang hanya bisa dicari dibelantara dunia ini, dengan belajar, mencoba dan berlatih. Maka, pads sebagian besar yang lain, menjadi orang-orangobsesif tidaklah sederhana. Mungkin seperti kebanyakan kita, yang terlahir dengan bakat seadanya, lalu hidup dilingkungan orang-orang yang obsesinya jugs seadanya.
Tetapi pintu itu belum tertutup, jalan kepuncak ketinggian itu masih terbuka. Sepanjang Alloh masih belum menghentikan kehidupan ini, masih terbentang harapan, untuk kita menjadi manusia muslim dengan segala obsesi kemuliaannya. berdo\a setulus hati kepada Alloh SWT adalah penyeimbang dari keseluruhan keda keras kita mengejai cita-cita.

Baca Selengkapnya......

Tuesday, May 29, 2012

Ayah, Kembalikan Tangan Dita

Sepasang suami isteri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya. Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya. Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah. Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “DIta yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali2 ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tdk tahu hrs berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka2 dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka2nya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah. “Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah.. sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris. “Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tdk akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti?… Bagaimana Dita mau bermain nanti?… Dita janji tdk akan mencoret2 mobil lagi, ” katanya berulang-ulang. Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf. Buat anda yang telah menjadi orang tua dan atau calon orang tua. Ingatlah….semarah apapun anda, janganlah bertindak berlebihan. Sebagai orang tua, kita patut untuk saling menjaga perbuatan kita especially pada anak2 yg masih kecil karena mereka masih belum tahu apa2. dan ingatlah, anak adalah anugrah dan amanah yang dititipkan oleh TUHAN untuk kita. —

Baca Selengkapnya......